Sabtu, 22 Maret 2014

Kembali Pada Dakwah

Baca ini di Islamedia, di pks piyungan juga ada. Tentang tulisan seorang anak kader dakwah yang ingin kembali berjuang bersama Ummi dan Abinya dalam barisan dakwah. Tulisannya baguus banget.

Ummi, Abi, kami kembali

Islamedia - Ahad (16/3) menjadi saksi aku
ikut berikrar kuat-kuat dalam hati,mengikuti
bait-bait yang dilafalkan tujuh perwakilan anak
kader di hadapan kami, di depan ratusan ribu
manusia yang hadir saat itu. Aku tahu, aku
saja yang tidak menjadi perwakilan begitu
terharu ketika mendengarnya, apalagi ke tujuh
perwakilan yang membaca dengan lantang.
Ada yang beda dari kampanye ketiga yang aku
ikuti selama hidupku. Bila dua kampanye
sebelumnya aku hadir dengan mengintil ummi-
abi, kali ini aku berangkat bersama teman-
teman di Garuda Keadilan, dan lebih pagi.
Khawatir terlambat jika bareng ummi. Sebab
ummi berangkat bersama ibu-ibu sekitar
rumah, yang biasanya banyak yang harus
diurusi terlebih dahulu dan tidak bisa datang
sepagi yang aku mau. Kami harus tiba di pintu
sektor XII sejak jam tujuh (malahan panitia,
harus lebih pagi lagi).
Di tribun VIP, anak-anak kader berkumpul.
Aku serasa dikumpulkan dengan teman-teman
‘senasib’. Yang sedari kecil sepertinya sudah
terlalu akrab dengan atmosfer ini. Yang saat
kecil dulu, menghadiri acara ini dengan ummi-
abi di samping kami. Jejingkrakan saat
dituntun, atau digendong di bahu abi.
Menyaksikan acara yang selalu membuat kami
melonjak girang dan men-charge ruhiyah.
Ketika kecil, sepulang dari acara dakwah
semacam ini, batinku rasanya selalu berjanji
kepada Allah, tentang aku akan lebih
mencintaiNya..
Sesi yang paling mengharukan tentu saja saat
pembacaan ikrar di panggung. Saat itu, aku
merasa termotivasi. Ah, bagaimana akan
meluahnya airmata bahagia ummi bila aku
yang menjejakkan kaki di panggung besar di
hadapan ratusan ribu massa, sebagai anak
ummi yang prestatif seperti mereka? Aku,
anak yang ikut membantu ummi
mengharumkan nama dakwah ini. Seharusnya
aku begitu kan?
Tapi kemana aku selama ini? Malahan
terkadang ‘sibuk’ membenci ummi yang tidak
punya waktu, kadang malah merasa bosan
dengan nilai-nilai dakwah yang sedari kecil
ummi tanamkan, kadang merasa penasaran
dengan hal-hal yang ummi-abi larang untuk
lakukan..hiks, betapa memalukannya.
Sedangkan mereka sedang berlari menuju
Allah, aku malahan menggelayut-gelayut di
kaki mereka memberatkan langkah?
Ahad itu di GBK, aku mendengarkan baik-baik
taujih dari Ustadz Anis dan Ustadz Hilmi, yang
menyentuh dasar hatiku dan membangkitkan
semangatku.
Kemudian maafku meluah teruntuk ummi-abi.
Aku maafkan waktu ummi-abi yang tidak
banyak untuk membersamai kami, aku
maafkan ummi-abi yang sering membatalkan
rencana di akhir pekan karena alasan “abi ada
urusan..”.
Aku maafkan abi yang sering membatalkan
janji menceritakan siroh Rasulullah sebelum
tidur karena abi pulang terlalu larut, karena
rapat, liqo/ta’lim, mengisi liqo.
Aku maafkan ummi-abi yang dulu jarang
menjengukku di pesantren, aku maafkan. Aku
maafkan rasa cinta ummi-abi kepada dakwah
ini yang lebih besar daripada rasa cinta ummi-
abi kepadaku, oh tidak..aku harusnya tahu
bahwa rasa cinta ummi-abi tidak bisa
ditubrukkan dengan rasa cinta padaku,
karenanya aku maafkan…
Aku tahu, memang seperti itulah seharusnya.
Ini yang kalian lakukan: Kalian sedang
membangun cinta teruntuk Indonesia. Dan itu
bukanlah sebuah tugas yang ringan. Kalian
sedang mengusahakan kebersamaan kita
semua di surga Allah nanti, dalam kebahagiaan
yang kekal. Dan dunia ini, tempat kita semua
berjuang memenangkan haq atas
pertarungannya melawan kebathilan, dan
karena itu kami seharusnya pandai mengurusi
diri kami sendiri, sebab ummi-abi sedang
mengurusi ummat, dan kami harus ringankan
bebannya. Bahkan seharusnya aku ikut
bersama derap langkah ummi-abi, satu
barisan bersama kalian, mencintai ummat,
memperjuangkan hak-nya.
Ummi, abi, kami kembali..
Kami kembali kepada dakwah yang kami
terlahir atas namanya. Saksikanlah. Kami akan
menjadi anak-anak yang terdepan dalam
membela dakwah ini. Kami akan mendukung
setiap gerak dakwah ummi-abi, kami akan
berusaha ikut mewujudkan istana di surga
teruntuk tempat tinggal kita nanti, yang
disanalah aku akan bersama-sama ummi-abi,
tanpa terkurangi oleh ini-itu dari waktu
ummi-abi dalam membersamai.
Ummi, abi, jika kami tidak menjadi sebab
kalian menapakkan kaki di surga, (sebab
dengan perjuangan kalian sendiri dalam
mencintai Allah, insya Allah kalian sudah
terpantaskan untuk itu) kami berjanji : tidak
akan menjadi sebab kalian tersentuh api
neraka.
Aku berjanji tidak akan berfikir “jika ummi-abi
bukan aktifis dakwah, sepertinya hidupku akan
lebih mudah..”.
Aku berjanji tidak akan mudah sakit hati lagi
saat orang-orang membanding-bandingkan
dengan ummi-abi.
Aku tidak akan mudah sakit hati lagi, saat
orang-orang selalu menuntut aku sesempurna
ini-itu, karena embel-embel anak ummi-abi
tersemat dibelakang kami.
Aku tidak akan mudah sakit hati lagi, saat
sedikit saja kesalahanku dianggap terlalu fatal,
hanya karena kami anak ummi-abi yang
seorang aktifis dakwah.
Kami tidak akan mudah sakit hati lagi, atas
tuntutan-tuntutan agar kami ‘se-malaikat’
ummi-abi.
Bukankah memang hal itu pula yang dihadapi
dakwah ini? Sedikit saja kesalahan dakwah,
orang akan memandang seolah ‘nila setitik
merusak susu sebelanga’?
Bukankah memang begitu pula yang dialami
dakwah ini? Orang-orang akan selalu
menuntutnya menjadi barisan malaikat?
Bukankah begitu juga dakwah ini? Saat
melakukan kebaikan, orang menganggapnya
suatu kewajaran, tapi saat sedikit saja khilaf
terjadi, orang berlomba-lomba mengumpat?
Bukankah begitu yang dialami dakwah ini?
Bukankah berarti apa yang kami rasai ini
sama seperti apa yang terjadi pada dakwah
hari ini?
Bukankah yang kami rasai ini berarti sesuai
sunnatullah-nya?
Jadi, aku berjanji aku akan menjadi lebih
tangguh, seperti dakwah ini yang tetap tegak
dan malahan semakin dahsyat, atas berbagai
terjangan badai yang dihadapi.
Maka kami akan belajar pula dari cara barisan
dakwah ini menghadapi ‘hal sama yang seperti
yang kami hadapi’. Setiap cerca dibalas
prestasi, setiap kritik dibalas dengan terus
memperbaiki diri, setiap kerja yang dipandang
remeh manusia, tak perlu dituntut kemana-
mana, ;sebab karna Allah saja..
Ummi, abi, kami kembali.. saksikanlah! Kami
kembali, kepada dakwah yang kami terlahir
atas namanya..
“Mom, I’m all grow up now.. it’s a brand new
day..
Mom, I’m all grow up now..and it’s not too
late..
I’d like put a smile on your face everyday..”
(Maher Zain-Number One For Me)
*by @ulfahulfh

Langsung speechless... Terharu... Jadi inget Umar... Bahwa mendidik anak agar menjadi bagian dalam barisan dakwah tidaklah mudah. Pemahaman yang diberikan, keteladanan yang diperlihatkan, semua harus sinergi. Kaya lirik lagu Raihan... "Iman tak dapat diwariskan... Dari seorang ayah yang bertaqwa.."  Tugas kita saat ini adalah menjadikan anak kita sebagai barisan mujahid dakwah.. Karena mereks terlahir atas nama dakwah... :)

-Bersegeralah, karena waktu takkan menantimu-
-Bergeraklah, karena diam berarti kematian-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat Datang di Alam Pejuang

Kehidupan yang dimaknai dengan kontribusi
Kehidupan yang diwarnai dengan amal nyata
Karena kita,, dilahirkan untuk menjadi Pengukir Sejarah

Blog Archive

About Me

Foto saya
Seorang sanguinis, yang lebih menyukai menumpahkan segala sesuatunya melalui tulisan. Karena dengan menulis, membuatnya merasakan kebebasan dan petualangan. Mencoba menata diri untuk menjadi pribadi yang bermanfaat dan lebih mencintai Rabbnya dari waktu ke waktu..