Kamis, 13 September 2012

Selalu Tak Sama vs Tak Selalu Sama

Adakalanya manusia terjebak dalam rutinitas, dan menganggap bahwa yang ia lakukan adalah hal yang monoton, itu-itu saja, tidak ada kemajuan atau apapun itu. Bisa jadi memang seperti itu, jika kita tidak mencoba untuk mencari sesuatu yang baru atau pembelajaran yang mungkin bisa kita dapatkan dari rutinitas yang kita lalui. 

Seperti posisiku di tempat kerja dalam beberapa waktu terakhir ini. Kalau tidak di posisi penyerahan obat pada pasien, atau cek akhir order resep. Ingin berbagi tentang posisiku di penyerahan obat. Posisi ini harus diisi oleh apoteker. 

Bagiku, posisi ini memungkinkan untuk bertemu dengan banyak orang, yang artinya bisa mendapatkan banyak hikmah juga tentunya. Terutama masalah komunikasi, mengenali berbagai tipe pasien, lebih termotivasi untuk mendalami mengenai farmasi klinis,serta butuh ketelitian juga kecepatan dalam analisa resep. Intinya sih cukup full pressure. Hehe. Tapi ya dijalani saja ya..
Banyak kejadian yang kucatat ketika aku menyerahkan obat pada pasien. Dari hal yang kecil. Misal seperti ini. Aku punya teori baru, bahwa seorang ayah itu biasanya tidak terlalu mengingat tanggal lahir  anaknya, beda dengan seorang ibu yang biasanya hafal sekali tanggal lahir anaknya. Lho? Kok malah ke urusan tanggal lahir? Hehe.. Ada hubungannya kok.. Ketika menyerahkan obat, harus dilakukan identifikasi pasien, agar tidak terjadi kesalahan pemberian obat dan untuk pasien safety. Nah, identifikasi pasien ini bisa dilakukan dengan cara menanyakan tanggal lahir pasien atau nomor rekam medis pasien. Tanggal lahir atau nomor rekam medis pasien bersifat khas, sehingga bisa dijadikan sebagai alat identifikasi pasien. Aku lebih memilih untuk menanyakan tanggal lahir ketimbang nomor medrec, karena biasanya pasien tidak ingat nomor medrecnya. Untuk pasien dari poli anak, biasanya aku bertanya pada orangtuanya (ayah atau ibunya) tanggal lahir anaknya. Biasanya nih, kalau ayahnya yang mengambil obatnya, ketika kutanya, “Mohon maaf, Pak, bisa tolong disebutkan tanggal lahir anaknya?”, sang ayah tersebut akan diam sejenak untuk mengingat-ingat tanggalnya sambil senyum-senyum. Hehe. Beda kalau ibunya yang mengambil obat dan kutanya hal yang sama, ibu tersebut akan segera menjawab dengan pasti tanpa berfikir dulu biasanya. Ini sudah kusurvei untuk cukup banyak pasien lho.. Hehe. Walaupun ada juga ayah yang sangat hafal tanggal lahir anaknya. Dan kuberi reward dalam hati dan kucatat, ”Wah,, subhanallah, ayah teladan”.. Hehe..

Itu tentang teori yang kudapat.
Ada lagi yang bisa buat mati gaya. Hadeh. .
Suatu saat aku menyerahkan obat pada seorang pemuda usia 27 tahunan, dari dokter rehab medis. Ya seperti biasa, aku melakukan identifikasi pasien, lalu menjelaskan mengenai obat-obat yang ia peroleh. Mengenai aturan pakai, efek samping yang mungkin timbul, apa saja yang harus ia perhatikan ketika mengonsumsi obatnya, dll. Ketika di akhir penjelasanku, aku bertanya padanya, “Ada yang kurang jelas atau ingin ditanyakan, Mas?”, ia tersenyum sambil berkata, “Saya mau tanya, tapi bukan tentang obat-obat saya, boleh Mbak?”. Oh, mungkin tentang obat punya keluarganya, atau siapanya kali ya, pikirku. Kujawab, “Boleh Mas, silakan”. Pertanyaannya yang buat aku mati gaya karena tidak menyangka kalau pertanyaannya ternyata random.. Mas itu bertanya, “Mbak bulu matanya pake bulu mata palsu bukan?”. Ini gubrak.com!!!!!! Calm, Inggi.. Setelah kukuasai diri, barulah aku menjawab, “Bukan Mas, Alhamdulillah ini asli, pemberian Allah.. “. Dan ia menjawab, “Oh.. subhanallah, bagus soalnya...”. Dan aku tidak berkata apa-apa lagi, selain senyum saja. Masnya ini ada-ada aja.. Pantesan dari tadi saat kujelaskan tentang obat-obatnya, ia senyum-senyum aja. Ups! Eh, ga boleh gitu,, siapa tau emang masnya itu ramah dan suka senyum.. Istighfar...Istighfar.. Hehe.. Maaf ya Mas...

Ada lagi, saat aku sedang di depan, melihat antrian di komputer, ada seorang dokter yang menghampiriku. Kupikir, mungkin dokter tersebut mau membeli obat. Ternyata, saat ia mendekat, ia hanya berkata, “Rumah sakit itu tempat penyebaran penyakit. Kalau daya tahan tubuh sedang turun pake masker yaa..” Dan setelah itu ia pun berlalu meninggalkanku yang hanya diam terpaku mendengarnya. Hehe. Kujawab saja meskipun ia sudah tidak ada di hadapanku. “Iya, dok..”.. Hehe. 

Itu mati gaya..
Ketika aku menyerahkan obat untuk pasien penyakit kronis, seperti diabetes atau jantung, jadi mengingatkan diri sendiri untuk lebih menjaga keshatan dan banyak bersyukur. Pernah menyerahkan obat pasien diabetes, seorang bapak berusia 72 tahun. Seabrek obatnya, obat oral dan injeksi insulin yang jumlahnya hampir 10 pen insulin. Kutanyakan pada bapak tersebut, “Bapak sudah biasa menggunakan obat-obat ini?”, dan ia menjawab, “Sudah Nak, sudah hampir 7 tahun”, dan ia tetap tersenyum. Masya Allah.. Aku tidak bisa membayangkan setiap hari, setiap pagi, siang, sore dan malam, ia menyuntikkan insulin ke dalam tubuhnya sekian unit, selama 7 tahun terakhir ini? Ah, semoga Allah memberi bapak itu kesabaran dan kekuatan dalam menjalani pengobatannya. Semangat bapak! :)

Ada juga seorang ibu yang usianya hampir sama dengan bapak tadi, tapi lebih muda sih, sekitar 68 tahun. Namun, ibu tersebut mendapatkan obat-obat jantung yang begitu banyak. Beliau diantar oleh anaknya. Setelah aku menjelaskan tentang obat-obatnya yang sudah rutin beliau pakai, ibu tersebut tersenyum begitu ramah dan antusias sambil menyalamiku dan mendo’akanku. Subhanallah.. Berkah Allah ada dimana-mana ya.. Alhamdulillah bukan bapak-bapak, jadi aku kan bisa menggenggam tangan ibu tersebut dengan begitu erat .. 

Sekarang berlanjut pada kesimpulan..  Meskipun setiap hari kita melakukan rutinitas yang mungkin sama dari hari ke hari, tapi insya Allah ada hal baru yang kita peroleh setiap harinya. Dan itulah yang memberi perbedaan dari satu hari ke hari lain. Ada tarbiyah baru yang Allah berikan untuk kita setiap saat. Seperti shalat yang kita lakukan. Jika itu hanyalah rutinitas semata, maka bisa jadi kita akan kehilangan hakikat dari shalat tersebut. Kehilangan makna, karena ia hanya sebatas pemenuhan kewajiban saja. Dan akan sangat merugi jika seperti itu. 


Seperti langit sore yang kutatap setiap senja
Tak pernah ada rasa bosan melihat lukisanNya itu
Selalu berbeda keindahannya
Meski mungkin ia adalah langit senja yang sama yang kutatap kemarin



-Bersegeralah, karena waktu takkan menantimu-
-Bergeraklah, karena diam berarti kematian-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat Datang di Alam Pejuang

Kehidupan yang dimaknai dengan kontribusi
Kehidupan yang diwarnai dengan amal nyata
Karena kita,, dilahirkan untuk menjadi Pengukir Sejarah

About Me

Foto saya
Seorang sanguinis, yang lebih menyukai menumpahkan segala sesuatunya melalui tulisan. Karena dengan menulis, membuatnya merasakan kebebasan dan petualangan. Mencoba menata diri untuk menjadi pribadi yang bermanfaat dan lebih mencintai Rabbnya dari waktu ke waktu..