Senin, 06 Januari 2014

Ukuran Sukses

Ukuran kesuksesan saat ini memang lebih mengedepankan pada materi yang didapat. Orangtua akan bangga saat anaknya diterima di perusahan besar dengan gaji tinggi, atau bekerja sebagai PNS yang notabene kata orang-orang jadi PNS itu enak. Dapet pensiunan, kesehatan ditanggung, dll. Orangtua akan menuntut anaknya untuk tetap bekerja dan mendapatkan materi, dengan alasan sekolah sudah tinggi, masa tidak bekerja? Terjebak dalam ukuran kesuksesan yang mainstream saat ini. Sukses itu berarti kerjaan bagus, gaji tinggi, banyak uang, dst. Lalu, kemana kesuksesan yang lain akan mendapat tempat? Seperti berhasil mendidik anak-anak yang shalih, membangun kedekatan anak dengan orangtua yang lebih sehat, anak-anak yang dekat dengan Alquran.. Apakah semua itu tidak termasuk kesuksesan? Oh, mungkin itu bukan sukses, saat belum menghasilkan materi. Itu bukan sukses, saat melihat anak perempuan mereka yang sudah mendapat ijazah dari perguruan tinggi, lalu memutuskan untuk bekerja di rumah. Malu, saat anak mereka memutuskan untuk memulai bisnis dari awal. Sebab, kata mereka, bisnis itu tidak menentu. Padahal, karakter orang yang berbisnis, tentu akan berbeda dengan karyawan. Dan bagi kebanyakan orangtua saat ini, anak yang bekerja sebagai karyawan di perusahan tertentu, jauh lebih membanggakan dibandingkan anak yang memutuskan untuk berbisnis dan memulainya dari bawah.

Pernah baca tulisan seorang teman di facebook. Cerita tentang bagaimana ibunya yang seorang wanita karir, tidak malu saat ia(temanku) memutuskan untuk ikut suaminya kuliah di luar negeri dan tidak berkarir disana. Jadi ia 'hanya' mengurus anak dan rumah. Ibunya tidak memaksanya untuk tetap bekerja, padahal ia sudah S2. Saat temanku bertanya pada ibunya, apakah ibunya malu atau tidak ketika ia tidak bekerja, ibunya berkata, "Ibu sudah bangga melihat teteh ngurus anak dengan baik, dan jadi istri yang baik." Dan itu yang membuat temanku legaaa sekali. Temanku bilang, banyak ibu yang tidak suka bila anak perempuannya tidak bekerja atau berkarir di luar rumah, terutama jika ibunya seorang ibu rumah tangga. Karena dalam pikirannya, wanita sekarang harus bekerja, biar kalau ada apa-apa, ga kebingungan. Yah, ada benernya juga sih. Wanita pun harus mandiri secara finansial. Tapi tidak selalu harus berkarir di luar rumah. Aktualisasi diri bisa dilakukan dimanapun. Salut sekali dengan ibu temanku yang bisa berjiwa besar saat anaknya menentukan pilihan. Antimainstream.

Sekolah tinggi, bukan berarti harus balik modal. Terutama dalam bentuk materi. Yah, meskipun rata-rata orangtua pasti berpikir seperti itu. Wanita yang cerdas, akan melahirkan generasi yang cerdas, generasi yang tangguh saat diterpa berbagai sisi buruk kemajuan zaman. Tak seperti saat ini, anak perempuan yang dituntut untuk bekerja karena ia sudah sekolah tinggi, ketika ia punya anak, pendidikan dan pengasuhan anaknya ia serahkan pada orang lain. Tapi itu adalah bentuk sukses, karena ia bisa memenuhi kebutuhan materi anak-anaknya. Itu adalah sukses sesuai dengan pandangan orangtuanya. Tak peduli anak-anak itu memiliki karakter seperti apa. Selama materi tercukupi, tidak masalah.
Jadi teringat quotenya dian sastro... :)

-Bersegeralah, karena waktu takkan menantimu-
-Bergeraklah, karena diam berarti kematian-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat Datang di Alam Pejuang

Kehidupan yang dimaknai dengan kontribusi
Kehidupan yang diwarnai dengan amal nyata
Karena kita,, dilahirkan untuk menjadi Pengukir Sejarah

About Me

Foto saya
Seorang sanguinis, yang lebih menyukai menumpahkan segala sesuatunya melalui tulisan. Karena dengan menulis, membuatnya merasakan kebebasan dan petualangan. Mencoba menata diri untuk menjadi pribadi yang bermanfaat dan lebih mencintai Rabbnya dari waktu ke waktu..