Kamis, 24 Oktober 2013

Aku, Seorang Ibu, dan Anak Lelakinya

Saat menunggu di sebuah tempat, disebelahku ada seorang ibu dengan anak laki-lakinya. Jarak mereka hanya terpaut sekitar 1,5 m dari tempatku berada.Anak laki-laki itu masih mengenakan seragam SD. Kuperkirakan ia masih duduk di bangku kelas 2 SD. Cukup lama aku berada disana. Hingga dapat mengikuti apa yang terjadi pada ibu dan anak itu. Sepertinya si anak sedang mengerjakan tugas atau sedang belajar. Kudengar cukup jelas. Apa saja yang ibu itu katakan pada anaknya.

"Kamu tuh kalo belajar yang bener, mau ujian juga besok."
"Belajar yang bener, daripada kamu lari-lari ga jelas, buang-buang waktu, mending belajar."
"Mau ga belajar? Kerjain itu soal-soalnya, gimana kamu tuh?"
"Tulis yang bener. Mana ada kayak gitu?"
"Kamu teh bandel pisan, susah dibilangin."
"Kamu nulis yang bener, mau nulis apa itu? Baca dulu yang bener, dibilangin dari tadi."
"Mau ngaji ga?"

Dan sederet kata-kata dengan nada yang cukup tinggi. Selama anak itu belajar, si ibu tak pernah berhenti untuk memarahi anaknya, jika tak sesuai dengan yang seharusnya. Tak jarang anak itu dipukul ibunya. Meski hanya pelan saja. Tapi, ya itu tadi, kata-kata yang keluar dari lisan ibunya bernada tinggi. Memberi tahu anaknya jika ada kesalahan pun dengan nada tinggi. Si anak hanya mengikuti apa yang dikatakan ibunya. Sesekali ia menunjukkan hasil tulisannya pada ibunya, dengan sorot mata yang agak takut. Padahal anak lelakinya lucuuu banget. Gendut, putih, bulet... Hehe....

Baru 30 menit aku mengamati mereka, tapi sudah membuat hati tidak tenteram. 30 menit itu penuh dengan nada-nada tinggi, kata-kata yang mnyalahkan dari ibu pada anaknya. 

Aku jadi berpikir, tak adakah cara lain dari orangtua untuk memberi tahu anaknya, atau mengajari anak-anaknya tentang sesuatu selain dengan marah-marah, nada ketus atau tinggi, kata-kata kasar?
Tak adakah? Entahlah, apakah ibu tadi sedang kesal atas sesuatu, lalu berefek saat berinteraksi dengan anaknya atau memang seperti itu cara mengajari anaknya. 

Menjadi orangtua itu memang bukan perkara yang mudah. Apalagi menjadi orangtua yang baik. Saat anak melakukan kesalahan, apakah selalu harus keluar kata-kata bernada tinggi, atau kalimat yang menyalahkan? Saat anak melakukan kesalahan, apakah tak terpikir oleh orangtua, bahwa bisa jadi pada kesalahan anak, terdapat andil kesalahan oranngtua. Sebab, kata ayah mertuaku, kalau anak berbuat kesalahan, orangtuanya juga bisa jadi salah. Sampai sekarang aku juga memang belum tahu bagaimana sulitnya menjadi orangtua. Tapi aku tahu, bahwa aku harus membekali diri dengan ilmu parenting yang baik. 

Ya Allah, jika aku menjadi seorang ibu nanti, karuniakanlah aku kesabaran dan kebijaksanaan yang luar biasa besar, agar dapat mendidik anak-anakku kelak dengan cinta... 

-Bersegeralah, karena waktu takkan menantimu-
-Bergeraklah, karena diam berarti kematian-




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat Datang di Alam Pejuang

Kehidupan yang dimaknai dengan kontribusi
Kehidupan yang diwarnai dengan amal nyata
Karena kita,, dilahirkan untuk menjadi Pengukir Sejarah

Blog Archive

About Me

Foto saya
Seorang sanguinis, yang lebih menyukai menumpahkan segala sesuatunya melalui tulisan. Karena dengan menulis, membuatnya merasakan kebebasan dan petualangan. Mencoba menata diri untuk menjadi pribadi yang bermanfaat dan lebih mencintai Rabbnya dari waktu ke waktu..