Resensi Buku
Judul Buku : Jalani, Nikmati,Syukuri
Penulis : Dwi Suwiknyo
Penerbit : Noktah (DIVA PressGroup)
Cetakan : I, Januari 2018
Tebal Buku : 260 halaman
ISBN : 978-602-50754-5-2
“Bila tidak ada bahu untuk bersandar, masih ada lantai untuk bersujud”(halaman 99)
Kadang kita merasakan sesaknya dada karena masalah yang datang menghampiri, atau ujian yang hadir dalam kehidupan kita, atau bahkan karena kurangnya hati kita dalam mensyukuri semua nikmat yang telah diberikan oleh Allah pada kita.
Awal tahun ini, saya merasakan kondisi diri yang begitu labil. Layaknya kebanyakan orang, pada awal tahun biasanya diisi untuk membuat resolusi selama satu tahun ke depan. Resolusi ini menurut saya merupakan salah satu cara agar kita dapat melewati waktu yang akan datang dengan lebih baik lagi, dan sebagai sarana kita untuk mengevaluasi waktu yang sudah berlalu.
Namun, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, dimana saya begitu bersemangat dalam mengevaluasi tahun sebelumnya, juga menyusun resolusi untuk tahun berikutnya, tahun ini saya merasa tidak memiliki kepercayaan diri ujntuk menyusun resolusi di tahun 2018 ini.
Kenapa?
Ya, ternyata saya terlalu pesimis dengan kondisi saya saat ini. Saya tidak memiliki keberanian untuk bermimpi yang besar, khawatir kalau hanya kekecewaan yang akan hadir nanti. Saya,memilih untuk meratapi kondisi saya saat ini, menyesali keputusan-keputusan yang saya ambil, bahkan berangan-angan jikalau saja saya dulu tidak begini,tidak begitu.
Qadarullah, suami mengajak ke toko buku, katanya, biar saya bisa memperoleh inspirasi atau bahkan semangat kembali untuk menghadapi hari. Allah memang Maha Baik. Di toko buku, tangan saya digerakkan untuk mengambil sebuah buku yang tampilannya sudah “eye catching”, dengan font judul yang“kekinian”, dan tentunya judul buku yang sesuai dengan kondisi saya saat ini.Judul buku itu adalah “Jalani, Nikmati,Syukuri”
“Bila ada satu situasi yang tidak menyenangkan, ingatlah puluhan situasi menyenangkan yang pernah kita lalui. Teruslah bersyukur sampai kita lupacaranya mengeluh.” (halaman 168)
Mengeluh. Tidak bersyukur.
Mungkin inilah pangkal dari masalah yang saya hadapi saat ini. Saya merasa belum mencapai apa yang disebut oleh orang lain sebagai “kesuksesan”. Dan keadaan ini yang membuat saya sering merasa terpojok dan minder, sehingga tidak memiliki kepercayaan diri untuk bermimpi besar. Saya selalu merasa bahwa diri ini tidak memiliki sesuatu yang bisa dibanggakan. Bahkan kadang merasa tidak berharga. Astaghfirullaah..
Buku “Jalani, Nikmati, Syukuri”ini saya tuntaskan membaca tidak lebih dari 24 jam saja. Itupun dilakukan sambil mengasuh balita dan bayi. Cepat sekali, namun tidak terburu-buru. Buku ini, ditulis dengan bahasa yang ringan, tidak terkesan menggurui, namun mampu membuat pembacanya merasa tertampar, ketika mengambil hikmah dan nasihat dalam buku ini.
Bukan, bukan tertampar yang menyakitkan, namun tertampar dengan lembut, dan menghujam ke dalam hati,sehingga menyadarkan pikiran jernih kita.
Setiap halamannya meminta untuk dibaca dan dibaca terus hingga usai. Buku ini menggambarkan keadaan yang dekat sekali dengan keseharian kita. Penulis mampu menghadirkan gambaran kehidupan kita saat ini, dan mengajak kita untuk melihat hal-hal yang seringkali luput dari rasa syukur kita.
Selain bahasa yang ringan, dalam buku ini juga disajikan ilustrasi yang mampu menjelaskan maksud penulis.Ilustrasi yang berupa contoh kasus, maupun komik, sehingga pembaca bisa menangkap pesan yang disampaikan penulis dengan lebih mudah.
Ada beberapa bab yang paling saya sukai dalam buku ini, karena sangat sesuai dengan kondisi yang tengah saya alami, yaitu :
1. Kesuksesan Kita Berbeda
“Apa yang kita anggap biasa-biasa saja, bisa jadi bagi orang lain sangat berharga. Begitu juga apa yang orang lain anggap biasa-biasa saja, bisa jadi bagi kita justru sangat berharga.” (halaman157)
Ukuran kesuksesan kita dengan orang lain bisa jadi berbeda. Saat orang lain menganggap kita belum mencapai kesuksesan menurut mereka, maka kita tak perlu kecil hati untuk terus mencapai apa yang kita anggap sebagai ukuran kesuksesan bagi diri kita. Ada orang yang menganggap bahwa memiliki rumah besar, kendaraan mewah,bisa pergi ke luar negeri, adalah sebagai ukuran kesuksesan. Namun, ada orang yang menganggap bahwa kesuksesan adalah saat ketika bisa bermanfaat bagi oranglain. Pada akhirnya, masing-masing akan berjuang untuk meraih definisi sukses menurut pribadinya. Maka yang harus kita lakukan adalah fokus pada impian kita sendiri, meskipun ada yang meremehkan, kita tetap konsisten untuk meraih mimpi.

2. Berdamai dengan Diri Sendiri
“Sebelum seseorang berkomitmen atas apa yang telah ia putuskan, sungguh ia pernah melewati masa sulit, sekaligus berhasil melewati masa penuh keraguan.” (halaman 184)
Saat kita susah menikmati apa yang kita jalankan hari ini, hal itu disebabkan karena adanya jarak antara idealisme yang kita miliki, dan kondisi realita yang kita hadapi.Pada akhirnya, kita akan merasa galau. Disinilah kita harus memutuskan untuk berdamai dengan diri sendiri. Apakah akan menurunkan idealisme yang kita miliki, atau mengubah kondisi yang ada saat ini untuk mencapai idealisme kita.Setelah itu, sabar dan konsisten dalam menjalani pilihan kita.
3. Mencoba Tetap Bertahan
“Apakah bahagia itu bersyarat? Bila iya,cukuplah rasa syukur sebagai syaratnya.”(halaman 239)
Ada banyak alasan yang mampu membuat kita tidak menyerah dan memutuskan untuk tetap bertahan, meskipun dalam kondisi yang tidak enak. Karena sejatinya, bukan situasi yang membuat kita merasa gelisah, namun keyakinan kepada Allah yang melemah.
Buku ini, mengajak kita menyusuri riak-riak hikmah yang kadang luput kita cerna dalam perjalanan hidup kita didunia.Seringkali, kita terlalu terlena oleh hiruk pikuknya dunia, sehingga membuat hati kita tak lagi peka untuk mensyukuri hal-hal kecil yang ada di sekeliling kita.
Dua kata untuk buku ini, “baarakallah fiik” untuk penulis. Semoga menjadi amal jariyah di sisi Allah. Bersyukur dapat menggali hikmah dan nasihat dalam buku ini. Buku yang bermanfaat.
Buku ini cocok untuk dibaca siapapun, untuk memperbaharui kembali cara pandang kita terhadap hidup, dan memaknai hakikat syukur lebih dalam lagi.
Selamat membaca!
-Bersegeralah, karena waktu takkan menantimu-
-Bergeraklah, karena diam berarti kematian-